Meet The Author

26 November, 2013

On 8:51 PM by Aratnadwita in    4 comments
Sudah lama gw pengen banget liburan seru bareng temen - temen. Kadang iri rasanya melihat salah seorang teman yang bisa berwisata kemana - mana di waktu libur dan cutinya. Hari libur gw jarang diisi dengan acara jalan - jalan seru. Lebih banyak diam dirumah. Ga asik sama sekali.

Tahun 2012 lalu, ketika AirAsia mengadakan promo tiket murah gw bersama 3 orang teman memutuskan untuk melakukan trip bersama. Tujuan wisata kami adalah Kota Kinabalu Malaysia. Tiket kami booking untuk tanggal 24 Oktober 2013. Sayangnya ketika mendekati hari H, salah satu teman yaitu Rizki Amaliah berhalangan untuk ikutan ke Kinabalu.

Dan berangkatlah gw, Etha dan Sheilla pada pukul 19.45 wib dari Bandara Soeta menuju Kota Kinabalu. 

Menempuh 2 jam perjalanan, kami bertiga sampai di Kota Kinabalu International Airport pada pukul  22.30 wib atau pukul 23.30 waktu setempat. Hujan rintik – rintik menyambut kami malam itu. Dengan menggunakan taksi kami menuju Hotel tempat kami menginap di wilayah Kampung Air. Dan malam itu kami habiskan dengan unpack sambil ngobrol menikmati sejuknya udara Kota Kinabalu kala hujan.

Hari Pertama
Bangun tidur dan mendapati hujan masih turun dengan cantiknya membuat kami bertiga sempat bingung. What we should do for today? Ga happening banget kayanya jauh – jauh ke Malaysia cuma tidur – tiduran di kamar hotel sambil rokokan ngeliatin hujan.  Setelah makan siang di RM. Sri Malaka atas rekomendasi nci – nci heboh pekerja salon di sebelah hotel kami menginap, kami bertiga memutuskan untuk membeli payung supaya sisa hari ini bisa sedikit lebih produktif. 

Hujan - hujanan
Jesselton Point

Ditengah guyuran hujan, kami bertiga menyusuri Kota Kinabalu mulai dari Kampung Air hingga Jesselton Point. Damn this city is really clean and tidy! Bahkan ditengah hujan yang membasahi sendal jepit, acara city tour ini masih menyenangkan.  Gak ada macet, genangan air kotor atau sampah yang teronggok di selokan.  Perjalanan hari ini diakhiri dengan makan malam gemes di Filipinos Market

Hari Kedua
I’m not a morning person.  Tapi hari ini gw harus harus dan harus bangun pagi. Jam 8 tepat kami sudah harus berada di Jesselton Point untuk kemudian berkendara menggunakan speedboat ke Pulau Sapi dan Manukan.  2 hari diguyur hujan menyebabkan hari ini matahari bersinar dengan lucu – lucu nya di atas sana. Damn!

Destinasi pertama adalah Pulau Manukan. Karena gw males item dan ga suka panas – panasan, gw lebih memilih duduk – duduk santai di bawah pohon sambil menikmati udara pantai yang hangat sementara Etha dan Ella snorkling di pinggir pantai. Lalu kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Sapi. Pemandangan di pulau yang berbentuk kepala sapi ini terlihat lebih menarik daripada Pulau Manukan. Bukit – bukit hijau yang mengelilingi area pantai menambah cantiknya pemandangan pesisir pantai. Wisatawan yang mengunjungi pulau ini lebih banyak daripada Pulau Manukan. Setelah puas bermain – main di pantai, kami meninggalkan Pulau Sapi sekitar pukul 2 siang. 
Me, Sheilla and Etha
Pulau Manukan
Pulau Sapi
Tujuan kami selanjutnya adalah Mesjid Bandaraya Kota Kinabalu atau Sabah City Mosque, Puh Toh Tze Temple dan menikmati sunset di Pantai Tanjung Aru. Sebenarnya Mesjid Bandaraya lebih cantik dinikmati ketika malam tiba. Lampu – lampu yang menyala di sekeliling mesjid menghasilkan refleksi menawan di atas danau buatan yang mengelilingi mesjid ini. Namun karena pertimbangan waktu, kami memutuskan untuk mengunjungi Mesjid Bandaraya selepas Ashar.  Setelah puas berfoto dan jajan kami berangkat menuju Puh Toh Tze Temple dan dilanjutkan dengan perjalanan menggunakan bus ke Pantai Tanjung Aru untuk menikmati sunset ditemani es kelapa segar yang dinikmati langsung dari buahnya. Hm segarr.. 

Clockwise: Mesjid Bandaraya, Puh Toh Tze Temple, Tanjung Aru Beach, Area Jajan Tanjung Aru Beach

Hari Ketiga
Sebenarnya hari ini kami berencana untuk pergi ke Brunei Darussalam. Namun setelah menghitung biaya serta waktu yang kami habiskan di perjalanan, nampaknya kami harus membatalkan niat ke Brunei Darussalam. Dan kegiatan pagi itu diganti dengan menikmati serunya Sunday Market di seputaran Gaya Street. Banyak pernak pernik lucu yang kami temui disana. Mulai dari souvenir, binatang peliharaan, kopi harum yang baru digiling hingga peralatan masak. Jujur saja, dari semua destinasi wisata yang gw kunjungi mungkin ini yang paling menarik hati. Pokoknya gw banget deh!

Gaya Street Sunday Market
Siangnya kami mengunjungi Monsopiad Cultural Village yang menurut sebagian brosur adalah “tempat yang wajib dikunjungi”. Terimakasih kepada internet dan Ibu Sheilla Pinem yang dengan jeniusnya berhasil menemukan cara murah untuk mengunjungi Monsopiad Culture Village. Normalnya kami harus merogoh kocek sebesar 150 MYR menggunakan kereta sewa. Namun cukup mengeluarkan uang 8 MYR per orang kami sudah bisa sampai disana dengan menggunakan minibus. Bercapek - capek sedikit gapapa lah, yang penting hemat buu...

Monsopiad Culture Village
Hari ke empat
Pada hari ke empat ini, kami berencana mengunjungi Kinabalu Park dan Poring Hotspring. Aktifitas ini memakan hampir separuh hari. Berendam di Poring Hotspring (yang jujur aja, masih lebih keren air panasnya Ciater Bandung daripada ini :p) dan melanjutkan ke Kinabalu Park dalam cuaca hujan rintik - rintik. Sampai di Kinabalu Park kabut turun dengan brutalnya dan menghadirkan sensasi rasa dingin yang basah dan menyegarkan. I just love the weather!

Mount Kinabalu Park

Malam hari kami kembali berkeliling ke arah Jesselton Point. Makan malam terlebih dahulu di Filipinos Market, cuci mata di Suriah Sabah Mall dan mendaratkan pantat kami ke Jesselton Point. Ngobrol ngalor ngidul hingga  larut malam dengan penjual Lekor baik hati bernama Azmil.
  
Hari Kelima
And this is the last day in Kota Kinabalu. Hari ini matahari bersinar super duper cerah dan menyilaukan. Di kota ini, kacamata hitam atau topi adalah salah satu asesoris wajib. Bukan karena heeits, tapi karena puanas dan terik banget. 

Setelah sarapan di Cuppa Place, kami melangkahkan kaki menuju Signal Hill. Jujur, ini adalah perjuangan berat buat gw. Bobot badan yang diatas rata – rata plus kebiasaan merokok menjadikan perjalanan ini menjadi panjang dan melelahkan. Kami harus mendaki 300an anak tangga untuk sampai di puncak Signal Hill. Pemandangannya diatas puncak ini lumayan bagus. Dari sini kita bisa melihat sebagian besar kota dari bangunan tertinggi di Kota Kinabalu ini. 
Signal Hill Observatory Tower

Melanjutkan perjalanan melewati Merlin Statue, berfoto ditengah teriknya matahari dan berakhir di area Pasar Besar untuk membeli sedikit oleh – oleh. Tepat jam 3 sore kami kembali ke hotel untuk mengambil tas dan bertolak menuju Kota Kinabalu Airport. Jika menggunakan taksi, kami harus membayar sekitar 30 MYR, namun kami memutuskan untuk menggunakan bus dan membayar 2 MYR saja. Irit, irit dan irit haha..

Merlin Statue

Sekitar pukul 9 malam kami sampai di Bandara Soekarno Hatta. Disambut udara lembab sehabis hujan,  akhirnya liburan kami kali ini Officially Ends

Hal paling menarik dari liburan gw di  Kota Kinabalu adalah kebersihan, ketertiban dan tepat waktu yang mana hal – hal tersebut sangat sulit gw temukan di Jakarta. Selain itu kulit wajah yang menghitam dan mengelupas akibat teriknya matahari Kota Kinabalu menjadikan liburan seru kali ini benar - benar se.. su.. a... tu.. 

Well, see you on the next trip!

On 6:00 AM by Yuhao in    2 comments
Jaman semakin maju, teknologi semakin berkembang, dan sihir pun terlahir kembali. Ups, ada yang salah dengan tulisan saya di kalimat pertama? Oh, saya hanya becanda. Tidak ada sihir di dunia ini. Tapi, setelah membaca yang satu ini, pasti ada sepasang kata “seperti sihir..” di dalam pikiran anda.

Sihir yang saya maksud disini adalah teknologi operas plastik di negara ginseng, Korea Selatan. Adalah sepasang kakak beradik, kembar, berjenis kelamin perempuan, bernama.. well, saya tidak tahu namanya, baru saja mengikuti sebuah acara Reality Show “Let’s Beauty”. Dimana di acara ini, peserta yang mengikutinya adalah orang-orang pemilik wajah kurang menarik. Pasangan kembar kakak dan adik ini bisa dibilang sangat beruntung sekali, ketika giliran mereka tiba untuk di make-over.

And, this is what we call it “Miracle”..

Sebelum operasi plasik





Perubahan mata dari sebelum hingga sesudah operasi









 Begitulah, hidup selalu ada keajaiban untuk kita semua..



25 November, 2013

On 10:23 AM by Unknown in    1 comment
Barusan. karena bosan, gue pun buka Youtube. Lalu seperti biasa, gue pun nyari-nyari lagu secara brutal. Nah. pas ngga sengaja, ada satu lagu nongol di bagian rekomendasi gitu deh. Ya sudah, karena gue sedikit penasaran, gue klik dah itu lagu. Tebak, apa yang gue dengar? Wuih, sebuah lagu berbahasa Hokkien yang secara ngga sengaja ngebangunin jiwa gue sebagai seorang anak kampung. #Bangga 

Hahahaha, gue aslinya memang dari kampung kok, jadi ngga perlu merasa malu atau gimana. Kota kelahiran gue, kota yang kecil banget, letaknya dipinggir laut. Meski kecil, di kota ini, gue punya segudang kenangan indah. Umm, mau cerita darimana ya? Yah, gue takutnya abis gue nulis ini, nggak ada yang baca. Ya sudah deh, bodoh amat, gue tulis aja anggap diary.
Image
Jadi gini, kampung halaman gue namanya Bagansiapiapi, ada yang tau? Pasti ngga kan? Haha, sudah gue tebak. Mungkin Pekan Baru, tau? Atau, Dumai? Nah, kalau tau, Bagan tu dekat-dekat sana lah. Jujur aje, gue ngga tau gimana tampang Bagan yang sekarang. Tapi, tampang dia 15 tahun yang lalu, gue masih hapal. Dulu, jalannya belum diaspal, masih pakai batu bata. Belum ada mobil juga, boro-boro deh, sepeda motor saja masih dikit banget. Yang banyak tu sepeda, terutama sepeda Rally (sepeda Belanda). Bentuk rumah di Bagan juga aneh-aneh, rata-rata adalah rumah panggung, ngga ada halamannya. Ciri khasnya, punya jalan setapak yang panjaaaaaaaaaaaang banget ke depan.
Di belakang rumah gue ada sumur, gue suka lemparin ikan ke dalam. Terus di dekat sana, ada pohon belimbing. Manis banget, anak-anak tentangga gue suka datang cuma buat ngambil tu buah belimbing. Gak jauh dari rumah gue, ada satu rumah, gede banget, serem lagi. Katanya sih, itu rumah peninggalan orang Belanda gitu. Haha, ngga tau deh, gue juga ngga pernah nnyain. Jarak dari rumah ke sekolah itu dekat banget, jalan kaki cuma 10 menit kok. Gue biasanya bangun jam 1/2 tujuh, terus kasih makan ikan dolo, abis itu barulah gue mandi terus sekolah. Masih ingat juga, papan tulis di sekolah gue semuanya warna hitam + ditulis pakai kapur.
Air PAM belum masuk ke kampung halaman, jadi kalau gue mau mandi, gue mandi air sumur. Kalau mau nyuci baju ya pakai air sumur juga, abis itu baru dibilas dengan air hujan. Buat makan, penduduk sini semuanya pakai air hujan. Jadi, hampir di semua rumah itu pasti punya tong air, setidaknya 2 buah. Yang kaya biasanya lebih dari 2, bisa 4, bahkan 8. Kalau hujan, semuanya nampung air deh, soalnya disini takut banget sama kemarau. Haha.
Parit di Bagan itu beda banget sama di Jakarta. Parit disini mah bersih, ikannya banyak. Malah kadang ada ikan emas nongol. Ngga kek Jakarta, sumpek. Burung-burung aja banyak kok, apalagi burung Kolibri sama Gereja. Dah gitu, udara disini juga bersih banget. Eh, asal lu tau, kota Bagan itu bukan desa lho. Bagan itu dah jadi Ibu Kota Kabupaten. Disini, identik sama ikan + walet. Rata-rata, orang disni mata pencahariannya kalau ngga nelayan, pasti peternak walet. Bayangin saja, walet harganya belasan juta Rupiah, ngga kerja juga pasti kaya kok. Cukup bikin 1 ruko, abis itu goyang kaki deh tiap hari.
Apa lagi ya? Oh ya, waktu kecil, gue suka nangkepin capung di belakang rumah gue. Banyak capung, belalang juga ada. Ah, sekarang mana ada lagi kek gituan. Gue bersyukur sih masa kecil gue bukan di Jakarta. Cuman, gak enaknya disini, tradisi budaya disini masih kental banget. Pemikiran orang-orang disini juga masih kolot, bahkan rasis. Gak tau deh sekarang masih gitu apa nda.
Jadi pengen pulang kampung nih gara-gara nulis catatan ini. Bantu doain gue yak, semoga tahun depan gue bisa pulkam. Thanks buat yang dah baca. Hehe, nanti kapan2 gue update dah ini note.

Tulisan ini dibuat oleh seorang teman baik saya bernama Edel. Penulis adalah seorang pecinta dan pengamat dunia game online Indonesia dan saat ini aktif sebagai reporter sebuah portal game tanah air.  
On 10:17 AM by Unknown in    No comments
Sekitar 10 tahun lalu, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di kota Jakarta. Dua tahun setelah itu, akhirnya saya pindah menetap ke kota ini dan hingga akhirnya dinobatkan sebagai warga metropolitan. Mungkin untuk sebagian orang, Jakarta merupakan sebuah kota fantastis dan bahkan menakjubkan. Mengapa tidak? Karena disinilah, kita bisa menemukan semua hal yang diinginkan. Namun bagi saya, Jakarta itu ibarat sebuah kulkas besar, penuh, dan bau.
  jakarta-at-night


Kalimat pertama yang keluar dari mulut saya ketika sampai di Jakarta adalah “Jakarta gede banget!”. Ya, sebuah kota yang cukup besar untuk saya, yang saat itu berbadan mungil. Masih ingat dengan perkataan orang tua saya, mereka bilang kendaraan di Jakarta itu lebih banyak daripada orangnya. Dan memang benar, sepertinya hal itu sedikit terbukti meski sebenarnya penduduknyalah yang lebih banyak. Gedung-gedung tinggi dan berbagai mobil dari berbagai mereka selama 24/7 akan terus hinggap disini. Saya merasa kagum, mengingat tidak ada yang seperti ini di kota kelahiran saya.

jakarta-at-macet
Tapi, semakin kesini, kekaguman saya akan kota Jakarta nyaris menghilang sudah. Pertama adalah polusi, yang membuat saya merasa sedikit risih. Yang kedua adalah bising dan yang ketiga adalah macet. Bisa terbayang oleh anda sendiri, atau mungkin anda sendiri juga merasakan hal ini, perlu waktu sekitar satu hingga dua jam untuk berangkat ke kantor. Jelas, sangat repot dan tidak menyenangkan. Kata Nyaman sudah terhapus dari kota Jakarta. Cukup menggelikan sebenarnya, ketika ditanya oleh teman saya yang tinggal di luar pulau Jawa. Dengan jam kantor yang sama-sama di pukul 09.00 wib, mereka hanya butuh waktu paling lama setengah jam untuk sampai di kantor mereka. Sekedar info, dua jam itu merupakan perjalanan dari kampung halaman saya ke kota lain. Tidak untuk Jakarta, waktu selama dua jam hanya dihabiskan untuk pergi ke kantor. Spechless.
jakarta-at-busway jakarta-at-metro
Sudah pasti penyebab utamanya adalah macet. Semoga saja Gubernur Jakarta yang baru bisa menyelesaikan masalah ini. Ya, semoga. Bayangan warga Jakarta adalah ketika bangun pagi, mereka bisa merasakan hangatnya sinar matahari yang membelai tubuhnya, berjalan kaki atau bahkan bersepeda dengan santai ke kantor. Namun kenyataannya, ketika bangun pagi, sinar matahari itu berubah menjadi hangat dan semakin panas layaknya pemanas oven, duduk berjam-jam di bus tanpa AC dengan memegang sebuah kipas. Oh ya, belum lagi ditambah dengan suara klakson yang kejam. Tapi, warga Jakarta sudah terbiasa kok oleh hal seperti ini. Mereka cukup sabar, bukan?
jakarta-at-toilet
Jakarta, ibu kota Indonesia, metropolitan dan mewah. Tidak ada hal yang gratis disini, semuanya barus bayar. Bahkan wc umum saja harus bayar, meski bayarnya belakangan. Pokoknya, semua harus bayar, tidak ada yang gratis, kecuali ngamen. Sebenarnya, dari dulu punya impian buat ninggalin Jakarta, namun apa daya karena belum waktunya, saya terpaksa harus terus menikmatinya.
jakarta-at-sampah
Seperti judul artikel ini, Jakarta itu seperti sebuh kulkas besar yang penuh dan bau. Ada alasan mengapa saya membuat judul seperti ini, Jakarta dan kulkas punya beberapa kesamaan. Yang pertama adalah sama-sama penuh, kulkas punya banyak makanan, Jakarta punya banyak orang, banyak lapangan kerja, banyak pengganguran dan juga banyak setan. Jakarta bau, polusi udara dimana-dimana. Ditambah lagi dengan nafas naga khas politik yang sangatlah tidak segar. Kulkas pun demikian. Akan tetapi, cukup berbangga jadi orang Jakarta, karena kota kesayangan kita ini mirip dengan kota koboi di Amrik, yang bernama Texas. Di Texas, kita akan bertemu dengan banyak poster yang bertuliskan “Wanted, dead or alive.” Jakarta pun begitu, poster orangnya juga banyak, bedanya hanya di tulisan “PILIH SAYA”.
Semoga artikel ringan saya ini bisa membawakan kembali kenangan bagi anda yang saat ini telah “sukses” meninggalkan Jakarta. Dan untuk yang masih berada di Jakarta, nikmati saja. Bye.
Sementara itu mari kita nikmati beberapa spanduk "PILIH SAYA" yang demikian kocak dan menghibur.
jakarta-at-caleg jakarta-at-caleg2 jakarta-at-caleg3 jakarta-at-caleg4 jakarta-at-caleg5 jakarta-at-caleg6 jakarta-at-caleg7 jakarta-at-caleg8  jakarta-at-caleg10
Tulisan ini dibuat oleh seorang teman baik saya bernama Edel, menceritakan kerasnya kehidupan Jakarta dari sudut pandang seorang pendatang. Penulis adalah seorang pecinta dan pengamat dunia game online Indonesia dan saat ini aktif sebagai reporter sebuah portal game tanah air.  
On 10:14 AM by Unknown in    No comments
Bagi teman - teman pengguna jejaring sosial Path pasti udah ga asing lagi sama meme Finding Neverland. Meme ini secara membabi - buta membombardir timeline Path sehingga di #repath orang berkali - kali dan menjadi meme yang ngehits bin famous  di jagat maya Path.
Meme ini berkisah mengenai tokoh anak kecil bernama "Boy" yang tengah curhat dengan tokoh bernama " Om" di sebuah taman di suatu sore yang dingin  ditemani daun yang jatuh berguguran menambah suasana melankolis diantara mereka berdua.
Finding Neverland. Hmm.. Apaan sih tuh? Finding Neverland adalah sebuah film yang menceritakan kehidupan penulis skotlandia J. M. Barrie. Film ini bercerita tentang hubungan Barrie yang sangat dekat dengan anak tirinya dan menjadi inspirasi lahirnya cerita Peter Pan.
Enuf said deh yah.. Enjoy aja dialog kocak antara Boy dan Si Om.
Meme Finding Neverland (11)
Meme Finding Neverland (1)
Meme Finding Neverland (3)
Meme Finding Neverland (8)
Meme Finding Neverland (4)
Meme Finding Neverland (6)
Meme Finding Neverland (2)
Meme Finding Neverland (7)
Meme Finding Neverland (9)
Meme Finding Neverland (18)
Meme Finding Neverland (10)
Meme Finding Neverland (5)
Meme Finding Neverland (12)
Meme Finding Neverland (14)
Meme Finding Neverland (13)
Meme Finding Neverland (17)
Meme Finding Neverland (15)
Meme Finding Neverland (20)
Meme Finding Neverland (16)
Meme Finding Neverland (19)
Meme Finding Neverland (21)